Ilmu
Hukum sebagai Ilmu Kenyataan (Seinwissenschaft)
Ilmu
hukum sebagai ilmu kenyataan membahas hukum dari sisi sikap tindak atau
perilaku. Artinya hukum akan dilihat dari segi penerapannya yang diwujudkan
dalam bentuk tingkah laku atau sikap tindak. Yang termasuk di dalam ilmu-ilmu
kenyataan tentang hukum diantaranya adalah:
- Sosilogi Hukum
- Antropologi Hukum
- Perbandingan Hukum
- Sejarah Hukum
- Psikologi Hukum
1. Sosiologi
Hukum
Sosiologi
hukum pertama kali diperkenalkan oleh Anzilotti pada Tahun 1882. Di lihat dari
perkembangannya, dapat dijelaskan bahwa sosiologi hukum pada hakikatnya lahir
dari hasi-hasil pemikiran para ahli filsafat hukum.
Ilmu hukum
juga memiliki peran strategis untuk lahirnya sosiologi hukum. Hukum sebagai
gejala sosial yang ada dalam masyarakat sebagai kajian ilmu hukum, mendorong
perkembangan sosiologi hukum. Sementara itu ilmu hukum juga berbicara tentang
nilai seperti halnya nilai keadilan, ketertiban dan keamanan yang merupakan
kebutuhan dari masyarakat.
Ilmu sosiologi
juga memiliki peran yang sangat penting untuk memecahkan berbagai persoalan
hukum yang ada dalam masyarakat. Dewasa ini banyak persoalan hukum yang
diselesaikan oleh hukum yang sifatnya normatif tidak memuaskan. Dengan demikian
diperlukanlah adanya suatu pendekatan yang lebih komprehensif melalui ilmu
sosiologi yang merupakan ilmu yang berkenaan dengan kemasyarakatan yang
diharapkan dapat memecahkan segala persoalan hukum yang dihadapi oleh
masyarakat.
Secara umum ruang lingkup sosiologi hukum adalah :
1)
Mempelajari
dasar sosial dari hukum atau basis sosial dari hukum.
2) Mempelajari efek hukum terhadap gejala-gejala sosial
dalam masyarakat.
Perspektif
penelitian sosiologi hukum dapat dibedakan antara lain:
1) Sosiologi hukum secara teoretis bertujuan untuk
menghasilkan generalisasi atau abstrak setelah pengumpulan data, pemeriksaan
terhadap keteraturan social, dan pengembangan hipotesis.
2) Sosiologi hukum empiris atau praktis, yang bertujuan
untuk menguji berbagai hipotesis tersebut melalui pendekatan yang sistematis
dan metodologis.
Menurut
Bruggink terdapat 2 tingkat objek dari sosiologi hukum yaitu:
1) Objek dari sosiologi hukum pada tingkat pertama
adalah kenyataan dalam masyarakat
2) Objek dari sosiologi hukum pada tingkat kedua adalah
kaidah-kaidah hukum, yang dengan salah satu cara memainkan peranan dalam
kenyataan kemasyarakatan. Kaidah-kaidah hukum tersebut berupa peraturan-peraturan
tertulis, keputusan-keputusan pengadilan (jurisprudensi) dan juga
keputusan-keputusan lembaga kemasyarakatan.
Karakteristik
dari sosiologi hukum adalah:
1)
Sosiologi
hukum bertujuan untuk menjelaskan praktik-praktik hukum (pembuatan
undang-undang, penerapan dan pengadilan)
2)
Sosiologi
hukum senantiasa menguji kesahihan empiris dari suatu peraturan atau pernyataan
hukum
3)
Sosiologi
hukum tidak malakukan penilaian terhadap hukum. Tingkah laku yang mentaati hukum
dan menyimpang dari hukum sama –sama merupakan objek pengamatannya
Sosiologi
hukum merupakan bagian dari ilmu kenyataan (menyoroti hukum sebagai sikap
tindak). Dengan demikian, sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan
yang secara empiris dan analitis mempelajari hubungan timbal balik antara hukum
sebagai gejala sosial dengan gejala sosial lainnya.
2. Antropologi
Hukum
Istilah Antropologi berasal dari
bahasa Yunani, yaitu antropos dan logos. Antropos berarti manusia dan logos
berarti ilmu atau studi. Pegertian dari Antropologi hukum itu sendiri adalah
suatu cabang ilmu pengetahuan yg mempelajari pola-pola sengketa dan
penyelesaiannya pada masyarakat-masyarakat sederhana maupun pada masyarakat
yang mengalami proses perkembangan dan pembangunan.
Antropologi dikenal dengan adanya
Antropologi fisik dan Antropologi budaya. Antropologi fisik terdiri dari:
1)
Paleoantropologi
yakni mempelajaro sejarah terjadinya perkembangan manusia sebagai makhluk
biologis.
2)
Sosmatologi
yakni mempelajari terjadinya perkembangan manusia dari sudut cirri badaniah.
Adapun
Antropologi budaya terdiri dari:
1)
Etnolinguistik
yakni mempelajari terjadinya penyebaran dan pertumbuhan bahasa manusia.
2)
Prehistory
yakni mempelajari terjadinya perkembangan dan penyebaran kebudayaan manusia.
3)
Etnologi yakni
mempelajari dasar-dasar kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat.
Antropologi hukum menggunakan
pendekatan secara menyeluruh dalam menyelidiki manusia dan masyarakatnya,
menemukan bahwa melalui manifestasinya sendiri yang khas, akan melihat bahwa
hukum itu selalu hadir dalam masyarakat.
Bagi seorang antropolog yang
mempelajari hukum, yang sangat penting adalah mengadakan analisis dan
konstruksi terhadap perikelakuan-perikelakuan yg bertujuan untuk memelihara
nilai-nilai yang berlaku. Suatu gejala hukum timbul apabila ada perikelakuan yg
sedemikian rupa shg bila dibiarkan akan mengganggu atau bahkan merusak
lembaga-lembaga yang paling dihargai oleh masyarakat.
Menurut E.A Hoebel yang di kutip
oleh Soerjono Soekanto hukum sebagai aspek kebudayaan mempunyai beberapa fungsi
fundamental untuk memelihara kedudukan masyarakat diantaranya:
1)
Merumuskan
pedoman bagaimana warga masyarakat seharusnya berperikelakuan, sehingga terjadi
integrasi minimal dalam masyarakat.
2)
Menetralisasikan kekuatan-kekuatan dalam
masyarakat, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengadakan ketertiban.
3)
Mengatasi
persengketaan agar keadaan semula pulih kembali.
4)
Merumuskan
kembali pedoman-pedoman yang mengatur hubungan antara warga-warga masyarakat
dan kelompok, apabila terjadi perubahan.
Menurut Satjipto Rahardjo bahwa
lingkup persoalan yang bisa dijelajah oleh para ahli antopologi di bidang hukum
cukup luas, diantaranya meliputi hal-hal berikut:
1)
Bagaimanakah
tipe-tipe badan yang menjalankan pengadilan dan perantaran dalam masyarkat?
2)
Apakah yang menjadi landasan kekuasaan dari
badan-badan itu untuk menjalankan peranannya sebagai penyelesaian sengketa?
3)
Dalam keadaan
tertentu, sengketa-sengketa yang bagaimanakah yang menghendaki penyelesaian
melalui pengadilan dan yang manakah menghendaki perundingan?
4)
Fungsi serta
ekosistemis manakah yang bekerja atas suatu proses hukum?
5)
Prosedur
manakah yang dipakai untuk masing-masing jenis sengketa pada kondisi tertentu?
6)
Bagaimankah
keputusan itu dijalankan?
7)
Bagaimanakah
hukum berubah?
Antropologi
hukum memperhatikan dan menerima hukum sebagai bagian dari proses-proses yang
lebih besar dari masyarakat. Hukum dilihat tidak secara statis, melainkan
dinamis, yang mana ia akan terbentuk dan menghilang secara berkesinambungan.
3. Perbandingan
Hukum
Dalam bukunya Comparative Law, Rudolf
D. Schleringer mengemukakan bahwa perbandingan hukum merupakan metoda
penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yg lebih mendalam
tentang bahan hukum tertentu.
Perbandingan hukum bukan merupakan
suatu perangkat peraturan dan azas-azas hukum, bukan suatu cabang hukum,
melainkan suatu cara menggarap suatu unsur hukum asing yang aktual dalam suatu
masalah hukum.
Tujuan mempelajari perbandingan
hukum dapat dibedakan berdasarkan asal usul dan perkembangannya. Jika kita
bertitik tolak pada teori hukum alam maka tujuan perbandingan hukum adalah
membandingkan sistem-sistem hukum guna dapat mengembangkan hukum alam itu
sendiri, sehingga tampak adanya persamaan dan perbedaan. Apabila kita bertitik
tolak pada jalur orientasi yang bersifat pragmatism maka tujuan perbandingan
hukum adalah untuk mengadakan perbaruan hukum dan tidak semata-mata melihat perbedaan
dan persamaan antara dua sistem hukum atau lebih.
Adapun manfaat dari mempelajari
perbandingan hukum adalah untuk:
1)
Unifikasi
hukum.
2) Harmonisasi hukum.
3)
Mencegah
adanya chauvinism hukum nasional dan menempuh kerjasama internasional.
4)
Memahami hukum
asing.
5)
Pembaruan
hukum nasional.
4. Sejarah
Hukum
Sejarah hukum adalah suatu bidang
studi hukum yang mempelajari perkembangan dan asal-usul sistem hukum dalam
suatu masyarakat tertentu dan membandingkan dengan hukum yang berbeda karena
dibatasi oleh waktu. Yang ditekankan dalam studi sejarah hukum adalah hukum
suatu bangsa merupakan ekspresi jiwa dari bangsa yang bersangkutan dan oleh
karenanya senantiasa selalu berbeda dengan yang lainnya. Perbedaan ini terletak
pada karakteristik pertumbuhan yang dialami masing-masing sistem hukum.
Sejarah hukum ini tidak dapat
dilepaskan dari aliran Historical
Juriprudence yang di pelopori oleh Friedrich Carl von Savigny. Aliran
muncul sebagai suatu reaksi terhadap Rasionalisme abad ke-18 dan Semangat
Revolusi Perancis yang menentang wewenang dan tradisi.
Menurut Lemaire, apabila dilihat
dari sudut bentuknya sejarah hukum terdiri atas sejarah hukum ekstern ruang lingkupnya yaitu perkembangan secara
menyeluruh dari suatu hukum positif tertentu dan sejarah hukum intern ruang lingkupnya yaitu lembaga dan pengertian
hukum dari suatu bidang tata hukum tertentu.
Apabila hukum itu dikatakan tumbuh
dan berkembang maka dapat diartikan bahwa ada hubungan antara sistem hukum yang
sekarang dengan yang lalu. Karenanya untuk memahami fenomena hukum dalam
masyarakat, perlu dikenal dan dipahami secara sistematis tentang proses-proses
terbentuknya hukum, faktor-faktor penyebab keberadaannya, dan sebagainya.
5. Psikologi
Hukum
Psikologi apabila di
tinjau dari segi ilmu bahasa berasal dari kata psycho dan logos. Psycho sering diartikan jiwa dan logos yang berarti ilmu. Dengan demikian
psikologi sering di artikan dengan ilmu pengetahuan tentang jiwa.
Psikologi adalah ilmu
pengetahuan tentang prilaku manusia (human behavior), maka dengan kaitannya
dengan studi hukum, ia akan melihat hukum sebagai salah satu pencerminan perilaku
manusia. Di dalam masyarakat modern, perilaku manusia ini merupakan sesuatu
yang sangat menonjol pada hukum, yang akan menggunakan hukum sebagai alat
tujuan tujuan yang di kehendaki. Karenanya dimaksud dengan psikologi hukum
adalah suatu cabang pengetahun yang mempelajari hukum sebagai perwujudan dari
perkembangan jiwa manusia.
Adapun ruang lingkup dari psikologi hukum menurut
Soedjono D. ialah:
1) Segi psikologi tentang terbentuknya norma atau
kaedah hukum.
2) Kepatuhan atau ketaatan terhadap kaedah hukum.
3) Perilaku menyimpang.
4) Psikologi dalam hukum pidana dan pengawasan
perilaku.
Dalam
psikolog hukum akan dipelajari sikap tindak atau perilakuan hukum dari
seseorang yang terdiri atas:
1) Sikap tindak atau perilakuan hukum yang normal yang
akan menyebabkan seseorang akan mematuhi hukum.
2) Sikap tindak atau perilakuan hukum yang abnormal
yang menyebabkan seseorang melanggar hukum, meskipun dalam keadaan tertentu
dapat dikesampingkan.
Ada beberapa gejala
psikologis yang berpengaruh terhadap perilaku menyimpang yang melanggar hukum
antara lain:
1) Neurosis yaitu gangguan jasmaniah yang disebabkan
oleh factor kejiwaan atau gangguan pada fungsi jaringan syaraf.
2) Psikhosis yaitu suatu gejala seperti reaksi
schizophrenic yang menyangkut proses emosional dan intelektual.
3) Gejala Sosiopatik yang mencakup : reaksi antisocial (seseorang yang hamper
tidak punya etika atau logika), reaksi
dissosial (seseorang yang selalu berurusan dengan hukum), deviasi seksual (perilaku sesual yang
menyimpang) dan addiction
(ketergantungan).
Secara sadar ataupun
tidak, hukum ternyata telah memasuki bidang psikologi, terutama psikologi
sosial, hal ini dapat dilihat contohnya pada hukum pidana, dimana peranan
sanksi pidana dengan kriminalis menunjukan hubungan hukum dengan psikologi.
Contohnya lain misalnya bila kita mempersoalkan tentang hak hak itu tercantum
di dalam peraturan, melainkan karena ada keyakinan pada diri sendiri bahwa kita
harus berbuat seperti itu.
Adakah referensi bukunya?
ReplyDelete🙅🙅
DeleteArtikel yang bagus dan menarik.
ReplyDeleteFakultas Hukum