BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada
era sekarang sektor perbankan memiliki peranan fundamental dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan nasional. Mengingat peranannya yang vital maka
didalam menjalankan berbagai kegiatan usahanya maka lembaga perbankan di
seluruh Indonesia mampu berfungsi secara efektif, efisien dan sehat agar
nantinya mampu melindungi dengan baik dana milik masyarakat yang dipercayakan
kepadanya serta mampu menyalurkan dana tersebut kembali ke masyarakat untuk
suatu kegiatan produktif yang menunjang pembangunan nasional. Sehingga suatu
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan harus dijaga dengan baik guna
hubungan hubungan bank dengan masyarakat terjalin secara
berkesinambungan.
Melihat
dari berbagai kegiatan usaha bank guna menunjang kemajuan perekonomian
nasional, sehingga suatu bank tidak dapat terlepas dari resiko likuidasi.
Resiko likuidasi ini sangat mempengaruhi kinerja dari bank, apalagi mengingat
reputasi bank dimata masyarakat sangat penting. Hubungan antara bank dan
nasabah tidak hanya suatu hubungan kontraktual antara debitur dan kreditur,
tetapi juga juga suatu hubungan yang dilandasi kepercayaan. Kepercayaan masyarakat
terhadap bank akan dapat terkikis jika terjadi suatu likuiditas yang dialami
bank tersebut. Masyarakat akan mengkhawatirkan dana yang mereka miliki dibank
tersebut akan tidak dapat dikembalikkan pihak bank, sehingga tidak menutup
kemungkinan akan terjadi suatu rush atau
penarikan secara besar-besaran, yang secara tidak langsung akan berdampak
terhadap kegiatan usaha dari bank tersebut. Proses likuiditas harus benar-benar
dijaga oleh bank, agar kemauan dan kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya
tetap terjaga.
Jika
dilihat faktualnya pada masa sekarang, peranan bank semakin berkembang. Maka
sebagai nasabah sudah sepatutnya selalu mengetahui tentang kondisi banknya.
Apalagi jika telah mengetahui risiko likuidasi yang mengancam bank bersangkutan,
sebaiknya melakukan segala tindakan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku
guna menjamin dana yang disimpan dibank tetap aman. Namum tidak sedikit nasabah
yang tidak memahami atau sekedar mengetahui mengenai regulasi yang mengatur
tentang likuidasi bank dari proses likuidasi bank maupun sampai perlindungan
hukum bagi simpanan dananya apabila terjadi likuidasi terhadap bank yang
bersangkutan. Hal ini menimbulkan suatu permasalahan bagi nasabah dan kerap
mengganggu kegiatan usaha perbankan. Maka dari itu pada kesempatan ini penulis
akan memberikan pemahaman dan penjelasan yang lebih mendalam mengenai likuidasi
bank meliputi faktor penyebabnya, proses likuidasi beserta perlindungan hukum
bagi nasabah dalam likuidasi bank.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apa yang dimaksud dengan likuidasi bank?
1.2.2
Apa yang menjadi faktor penyebab likuidasi bank?
1.2.3
Bagaimana proses likuidasi bank?
1.2.4
Bagaimana perlindungan hukum bagi nasabah dalam likuidasi bank?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1
Mengetahui apa yang dimaksud dengan likuidasi bank
1.3.2
Mengetahui apa saja yang menjadi faktor penyebab likuidasi bank
1.3.3
Mengetahui proses likuidasi bank
1.3.4
Mengetahui perlindungan hukum bagi nasabah dalam likuidasi bank
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang ingin di berikan dari tulisan ini adalah untuk memberi informasi
kepada pembaca maupun para nasabah bank apa yang dimaksud dengan likuidasi
bank, mulai dari faktor penyebab yang melatar belakangi terjadinya likuidasi
bank, bagaiaman proses likuidasi bank gagal tersebut hingga perlindungan hukum
bagi nasabah jika bank tempat penyimpanan dananya mengalami likuidasi bank.
BAB II
PEMBAHASAN
1.2.1 Definisi Likuidasi Bank
Berdasarkan
Pasal 1 angka (4) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Pencabutan Izin
Usaha, Pembubaran Dan Likuidas Bank yang menyatakan bahwa “Likuidasi bank adalah
tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan
izin usaha dan pembubaran badan hukum bank.”
Selain
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999, definisi likuidasi bank juga
dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor
1/PLPS/2011, yang dimana likuidasi bank adalah tindakan penyelesaian seluruh aset
dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan
hukum bank.
Namun
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana yang telah diubah menjadi
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, definisi likuidasi bank
tidak secara jelas dirumuskan didalamnya. Tetapi jika ditelaah lebih cermat,
maka dalam pasal 37 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana yang telah
diubah menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, berdasarkan 2 definisi
likuidasi bank diatas dapat disimpulkan bahwa likuidasi bank tidak sebatas
hanya pada pencabutan izin usaha bank saja, namun termasuk pada tindakan
pembubaran badan hukum bank dan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank
sebagai akibat dibubarkannya badan hukum tersebut. Maka jika dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 likuidasi bank dimulai dengan pencabutan izin usaha bank oleh bank
Indonesia, kemudian dibubarkannya badan hukum dari bank yang bersangkutan
sesuai dengan peraturan perundang-undagan dan terakhir dilakukannya suatu
penyelesaian terhadap hak dan kewajiban yang timbul dari likuidasi tersebut.
Pelaksana
dari likuidasi ini yaitu tim likuidasi, yang dimana tim likuidasi ini bekerja
dalam jangka waktu paling lambat 5 Tahun mulai terhitung sejak tanggal
dibentuknya tim ini dalam menyelesaikan seluruh hak dan kewajiban dari bank
yang bersangkutan. Namun jika dalam waktu yang telah ditentukan ini, tim
likuidasi tidak dapat menyelesaikan permasalahan maka penyelesaian terakhir
yaitu dengan menjual seluruh harta bank secara lelang. Pada dasarnya proses
likuidasi ini sebagai proses untuk mengakhiri badan hukum bank dan
menyelesaikan hak dan kewajibannya dengan berbagai cara termasuk menjual aset-aset,
menagih piutang dan membayar utang dengan tujuan agar nasabah yang menyimpan
dananya di bank bersangkutan haknya terlindungi.
1.2.2 Faktor Penyebab Likuidasi
Bank
Salah satu faktor yang penting dari penyebab
timbulnya suatu risiko likuidasi bank adalah mengenai faktor peringkat
kesehatan dari bank. Kesehatan bank ini adalah suatu indikator untuk menyatakan
suatu keadaan atau situasi bank sesungguhnya. Berdasarkan pasal 29 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 mengenai kesehatan bank ini adalah suatu peran dari bank Indonesia
dalam rangka menjalankan tugasnya melakukan Pembinaan dan pengawasan bank.
Berdasarkan pasal 29 ayat (2) “Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank
sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan
usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip
kehati-hatian.”
Terkait
dengan peran pembinaan dan pengawasan, Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran
No. 26/5/BPPP Tahun 1993, yang mengatur tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan
Bank. Tentang metode penilaian kesehatan bank dalam surat edaran ini kemudian
dikenal dengan metode CAMEL atau Capital Asets Management Earning Liquidity.
Metode CAMEL berisikan langkah-langkah untuk menghitung besarnya masing-masing
rasio pada komponen-komponen diantaranya:
a) C
: Capital (Untuk Rasio Kecukupan Modal)
b) A
: Asets (Untuk rasio-rasio kualitas aktiva)
c) M
: Management (Untuk menilai kualitas manajemen)
d) E
: Earning (Untuk rasio-rasio rentabilitas bank)
e) L
: Liquidity (Untuk rasio-rasio likuiditas bank).
Kelima komponen ini merupakan suatu indikator yang
menentukan kondisi suatu bank. Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada
salah satu faktor tersebut, maka bank tersebut akan atau sedang mengalami
kesulitan. Metode CAMEL ini wajib diterapkan agar pihak bank mengetahui lebih
dini mengenai risiko likuidasi yang sedang mengancam kegiatan usaha bank
tersebut.
Selain dari faktor peringkat kesehatan bank ini, berdasarkan
pendapat Irham Fahmi dalam bukunya “Pengantar
Perbankan Teori dan Aplikasi” menjelaskan dapat disimpulkan mengenai beberapa
sebab yang dapat melatarbelakangi terjadinya suatu resiko likuidasi bank diantaranya:
a) Utang yang berada pada posisi extreme leverage. Extreme leverage artinya utang perusahaan sudah berada dalam kategori yang membahayakan perusahaan itu sendiri;
b) Jumlah utang dan berbagai tagihan yang datang disaat jatuh tempo sudah begitu besar;
c) Dilakukannya suatu kebijakan strategi yang salah sehingga memberi pengaruh pada kerugian yang bersifat jangka pendek dan jangka panjang, kebijakan ini juga dapat berupa pemberian kredit yang salah sehingga menimbulkan kredit macet;
d) Kepemilikan aset yang tidak lagi mencukupi untuk menstabilkan bank, yaitu sudah terlalu banyak aset yang dijual sehingga jika aset yang tersisa tersebut masih ingin dijual maka itu juga tidak mencukupi untuk menstabilkan bank;
e) Sering melakukan kebijakan gali lubang dan tutup lubang pada kewajiban atau menyelesaikan persoalan likuidasi di pakai dari dana untuk membayar utang, sehingga pada dana yang harusnya dialokasikan untuk membayar utang yang sudah jatuh tempo namun dipakai untuk membayar gaji karyawan, listrik, dan sejenisnya yang termasuk kategori short term liquidity.
a) Utang yang berada pada posisi extreme leverage. Extreme leverage artinya utang perusahaan sudah berada dalam kategori yang membahayakan perusahaan itu sendiri;
b) Jumlah utang dan berbagai tagihan yang datang disaat jatuh tempo sudah begitu besar;
c) Dilakukannya suatu kebijakan strategi yang salah sehingga memberi pengaruh pada kerugian yang bersifat jangka pendek dan jangka panjang, kebijakan ini juga dapat berupa pemberian kredit yang salah sehingga menimbulkan kredit macet;
d) Kepemilikan aset yang tidak lagi mencukupi untuk menstabilkan bank, yaitu sudah terlalu banyak aset yang dijual sehingga jika aset yang tersisa tersebut masih ingin dijual maka itu juga tidak mencukupi untuk menstabilkan bank;
e) Sering melakukan kebijakan gali lubang dan tutup lubang pada kewajiban atau menyelesaikan persoalan likuidasi di pakai dari dana untuk membayar utang, sehingga pada dana yang harusnya dialokasikan untuk membayar utang yang sudah jatuh tempo namun dipakai untuk membayar gaji karyawan, listrik, dan sejenisnya yang termasuk kategori short term liquidity.
Berdasarkan faktor-faktor diatas, likuidasi bank
dengan mulai dicabutnya izin usaha bank merupakn imbas dari kegagalan upaya
penyelematan kesulitan terutama dalam likuiditas, yang nantinya membahayakan
kelangsungan usaha suatu bank. Dengan kata lain pencabutan suatu izin usaha ini
merupakan langkah awal terhadap proses likuidasi bank sebelum memasuki tahapan
pembubaran badan hukum bank dan penyelesaian hak dan kewajiban bank.
Proses awal likuidasi bank ini berada ditangan
pimpinan bank Indonesia dengan mencabut izin usaha bank berdasarkan alasan
apabila menurut penilaian bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan
system perbankan secara umum, yang sebagaimana kriteria mengenai membahayan
system perbankan tercantum dalam pasal 37 ayat (2) yang mana menyatakan “Menurut
penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem
Perbankan, Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan
memerintahkan Direksi bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang
Saham guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim likuidasi.”
1.2.3 Proses Likuidasi Bank
Mengenai proses likuidasi bank yang harus dilakukan oleh
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan tim likuidasi telah diatur didalam Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UULPS) dan peraturan
lembaga penjamin simpanana Nomor 02/PLPS/2008. Berdasarkan dari 2 ketentuan ini
dapat diketahui mengenai tahapan-tahapan proses likuidasi oleh lmbaga penjamin
pinjaman dan tim likuidasi sejak terbentuknya yaitu sebagai berikut:
a) Pengamanan
aset bank sebagai tindak lanjut pencabutan izin usaha
Jika
telah dikategorikan seebagai bank gagal yang telah dicabut izin usahanya.
Terhitung sejak izin usaha dicabut, LPS akan mengambil alih dan menjalankan
segala hak dan wewenang pemegang saham. LPS akan segera melakukan tindakan
dalam rangka Pengamanan aset bank sebelum proses likuidasi dimulai yaitu:
·
Menguasai dan mengelola aset bank;
·
Mengelola kewajiban bank;
·
Melakukan koordinasi dengan bank
Indonesia, lembaga pengawas perbankan, kepolisian dan instansi terkait.
b) Penyusunan
neraca penutupan
Terhitung sejak tanggal
izin usaha suatu bank dicabut, direksi atau pihak yang
ditunjuk menjalankan
tugas direksi wajib menyusun neraca penutupan dan harus disampaikan kepada LPS
paling lama 15 hari sejak tanggal pencabutan izin bank. Neraca penutupan ini
memuat posisi aset, kewajiban, dan modal bank termasuk rekening administrative
pertanggal pencabutan izin usaha.
c) Pengauditan
neraca penutupan
Tim likuidasi
melaksanakan tindakan pertama dengan menunjuk kantor akuntan publik untuk
mengaudit neraca penutupan, dengan tetap mengacu kepada kerangka kerja yang
disusun oleh tim likuidasi. Penyusunan kerangka acuan kerja ini dilakukan
berdasarkan pedoan yang ditetapkan oleh LPS.
d) Inventarisasi
aset dan kewajiban bank
Pada tahap ini tim likuidasi segera melakukan inventarisasi
seluruh aset dan kewajiban dari bank yang bersangkutan serta menentukan cara
likuidasi yang akan dipakai dalam melakukan likuidasi bank yang bersangkutan.
e) Penyusunan
rencana kerja dan anggaran biaya
Dalam rangka pelaksanaan likuidasi bank, tim likuidasi menyusun
rencana kerja dan anggaran biaya dengan mengacu pada pedoman yang telah
ditetapkan oleh LPS. Rencana kerja dan anggaran biaya ini minimal memuat
hal-hal berikut ini:
·
Jenis kegiatan yang akan dilakukan;
·
Jadwal penyelesaian masing-masing kegiatan;
·
Rencana dan cara pencairan aset dan/atau
penagihan piutang;
·
Rencana dan cara pembayaran kepada
kreditur;
·
Jumlah pegawai yang diperlukan;
·
Biaya likuidasi bank.
f) Penyusunan
neraca sementara likuidasi
Tim likuidasi
berkewajiban untuk menyusun neraca sementara likuidasi dengan mengacu pada
pedoman yang ditetapkan oleh LPS dan menyampaikan kepada LPS paling lama 60
hari setelah tim likuidasi menerima neraca penutupan yang telah diaudit.
g) Penyampain
kewajiban kepada pegawai bank dalam likuidasi
Dalam rangka
melaksanakan tugas menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan pegawai bank,
tim likuidasi menghitung gaji terutang dan pesangon yang menjadi kewajiban bank
kepada pegawai yang telah dilakukan pemutusan hubungan kerja sejak dicabutnya
izin usaha bank.
h) Pencairan
aset dan/atau penagihan piutang
Pencairan
aset dan/atau penagihan piutang ini dilakukan sesuai dengan rencana dan cara
yang tercantum dalam rencana kerja dan anggaran biaya. Segala biaya yang
berkaitan dengan likuidasi dan tercantum dalam daftar biaya likuidasi menjadi
beban aset bank dalam likuidasi dan dikeluarkan terlebih dahulu dari setiap
hasil pencairan aset.
i)
Pengawasan pelaksanaan likuidasi bank
LPS melakukan
pengawasan atas pelaksanaan likuidasi bank yang dilakukan secara tidak langsung
dengan cara melakukan analisa terhadap laporan-laporan tim likuidasi. Dalam hal
dipandang perlu, LPS dapat melakukan pengawasan secara langsung di bank dalam
likuidasi.
j)
Penyampaian laporan pelaksana likuidasi
bank
Tim likuidasi
menyampaikan laporan realisasi rencana kerja dan anggaran biaya kepada LPS
setiap bulan paling lama tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan ini berisikan
mengenai perkembangan kegiatan likuidasi.
k) Pengakhiran
likuidasi serta pembayaran kewajiban bank
Pelaksanaan
likuidasi bank selesai dalam hal seluruh kewajibann bank telah dibayarkan
dan/atau tidak ada lagi aset yang dapat digunakan untuk membayar kewajiban
sebelum berakhirnya jangka waktu likuidasi ataupun telah berakhirnya jangka
waktu pelaksanaan likuidasi.
l)
Penyerahan sisa hasil likuidasi kepada
pemegang saham
Hal ini dapat
dilakukan jika seluruh kewajiban bank dalam likuidasi telah terbayarkan dan
masih terdapat sisa hasil likuidasi dan/atau sisa aset bank.
m) Pembayaran
yang belum diambil oleh kreditur
Setelah tim
likuidasi telah mengumumkan batas waktu pembayaran dalam 2 surat kabar yang
mempunyai peredaran luas, namun kreditur yang bersangkutan belum mengambil
bagaiannya sampai batas waktu yang ditentukan, maka bagian kreditur itu
dititipkan pada ban yang disetujui LPS.
n) Penyusunan
neraca akhir likuidasi dan laporan pertanggungjawaban tugas
Setelah selesai
menyelesaikan proses pelaksaan likuidasi, tim likuidasi wajib menyusun dan
menyampaikan neraca akhir likuidasi dan laporan pertanggungjawaban tugas tim
likuidasi kepada LPS paling lama 10 hari setelah pelaksanaan likuidasi selesai.
o) Pertanggungjawaban
dan pembubaran tim likuidasi
Selanjutnya setelah
neraca akhir likuidasi disetujui, LPS menerima pertangguungjawaban tim
likuidasi, maka LPS meminta tim likuidasi untuk mengumunkan berakhirnya
likuidasi dengan menempatkannya dalam berita negara republik Indonesia dan
dalam 2 surat kabar harian, meminta tim likuidasi untuk memberitahu kepada
instansi yang berwenang mengenai hapusnya status badan hukum bank dan
memberitahukan kepada instansi yang berwenang agar nama badan hukum bank
dicoret dari daftar perusahaan. Kemudian LPS membubarkan tim likuidasi dan
memberhentikan direksi dan dewan komisaris nonaktif.
1.2.4. Perlindungan Hukum Bagi
Nasabah dalam Likuidasi Bank
Kegiatan perbankan sekarang ini memang lebih banyak
bergantung kepada dana masyarakat, oleh karena itu segala peraturan perundang-undangan
yang berlaku tidak hanya bertujuan melindungi aktivitas bank, namun juga untuk
melindungi dan menjamin kepastian keamaanan dana masyarakat dari perbuatan atau
praktik-praktik yang dapat merugikan masyarakat luas. Karena tidak dapat
dipungkiri nasabah penyimpan dana menduduki posisi vital dala kegiatan usaha
bank, sehingga Bank dalam melakukan kegiatan usahanya berkewajiban untuk
mengamankan dan melindugi dana masyarakat agar masyarakat tetap memiliki
kepercayaan terhadap bank tersebut.
Pada Tahun 1998 pemerintah mengeluarkkan keputusan
presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang jaminan terhadap kewajiban pembayaran bank
umum dan keputusan presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang program penjamin bank
perkreditan rakyat (BPR). Pada intinya kedua ketentuan ini bertujuan untuk
memberi perlindungan hukum secara langsung kepada nasabah penyimpan dana
terhadap kegagalan bank umum maupun BPR dalam memenuhi segala kewajibannya.
Sebelum dikeluarkan 2 ketentuan ini perlindungan
terhadap nasabah dianggap sangat kurang. Dalam hal proses likuidasi bank agar
nasabah mendapatkan kembali uangnnya baru dapat diberikan dalam jumlah yang
ditetapkan oleh tim likuidasi, namum pada kenyataannya proses likuidasi bank
sangat lamban, sehingga perlindungan bagi nasabah kurang memadai dan
pengambilan uang nasabah yang memakan waktu lama. Untuk menjaga kepercayaan
masyarakat, pemerintah melalui kebijaknnya bersedia menyediakan dana talangan
yang dimaksud untuk mengembalikan dan menyelamatkan dana simpanan nasabah,
disamping itu juga untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
perbankan. Namun kebijakan ini tentunya juga akan menimbulkan suatu efek negatif
yaitu pembebanan terhadap anggaran negara.
Sehingga pada Tahun 2005 disahkannya Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2004 tentang lembaga penjamin simpanan (UULPS) sebagai suatu dasar
dibentuknya lembaga penjamin simpanan dan menggantikan program penjamin
pemerintah. Dalam UULPS ini mengatur tentang penjamin simpanan nasabah yang
nantinya diharapkan tetap menjaga kepercayaan masyarakat dan dapat meminimumkan
pembebanan anggaran negara. LPS sendiri memilik 2 fungsi pokok yaitu menjamin
simpanan nasabah bank dan melakukan penyelesaian atau penanganan bank gagal.
Penjaminan simpanan nasabah bank yang diterapkan LPS
ini mewajibkan seluruh bank di Indonesia menjadi peserta penjaminan dan
membayar premi penjaminan. Dalam hal bank gagal dan harus dicabut izin
usahanya, LPS akan membayar simpanan setiap nasabah bank tersebut terlebih
dahulu dalam jumlah tertentu, adapun simpanan yang tidak dijamin akan
diselesaiakan melaui proses likuidasi bank.
Seorang ahli yaitu Hermansyah dalam bukunya “Hukum Perbankan Nasional
Indonesia” menyimpulkan bahwa Berkaitan dengan perlindungan hukum
terhadap nasabah dalam likuidasi bank, dalam hal ini Hermansyah membagi menjadi
2 macam, yaitu:
a) Perlindungan
secara implisit (implisit deposit
protection)
Perlindungan
yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat
menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan yang diperoleh: (1)
peraturan perundang undangan di bidang perbankan, (2) perlindungan yang
dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif yang di lakukan oleh Bank
Indonesia, (3) upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga
pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankkan pada umumnya, (4)
memelihara tigkat kesehatan bank, (5) melakukan usaha sesuai dengan prinsip
kehati- hatian, (6) cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan
kepentingan nasabah, dan (7) menyediakan informasi resiko kepada nasabah.
b) Perlindungan
secara eksplisit (explicit Deposit
Orotection)
Perlindungan
melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga
apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana
masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini
diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat
sbagaimana diatur dalam keputusan presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
1998 tentang jaminan terhadap kewajiban bank umum
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pada
dasarnya proses likuidasi bank merupakan suatu proses terakhir menyelesaikan
permasalahan bank gagal. Likuidasi bank sebagai proses untuk membubarkan badan
hukum bank dan menyelesaikan hak kewajibannya dengan cara termasuk menjual aset-aset,
menagih piutang dan membayar utang dengan tujuan agar nasabah yang menyimpan
dananya di bank bersangkutan haknya terlindungi. Terdapat berbagai faktor
penyebab terjadi likuidasi bank mulai dari utang bank yang banyak, piutang yang
tak kunjung dibayarkan serta banyaknya kebijakan yang keliru seperti kebijakan
yang menimbulkan kredit macet.
Proses awal likuidasi bank ini berada ditangan
pimpinan bank Indonesia dengan mencabut izin usaha bank sebelum memasuki
tahapan pembubaran badan hukum bank dan penyelesaian hak dan kewajiban bank.
Penyelesaian hak dan kewajiban bank ini akan dilakukan Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) dan tim likuidasi yang dibentuk. Tim likuidasi ini bekerja dalam
jangka waktu paling lambat 5 Tahun mulai terhitung sejak dibentuk guna menyelesaikan
seluruh hak dan kewajiban dari bank yang bersangkutan.
Perlindungan
hukum bagi nasabah semakin diperkuat dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2004 tentang lembaga penjamin simpanan (UULPS) sebagai suatu dasar dibentuknya
lembaga penjamin simpanan dan menggantikan program penjamin pemerintah. LPS
memiliki 2 fungsi pokok yaitu menjamin simpanan nasabah bank dan melakukan
penyelesaian atau penanganan bank gagal. Perlindungan hukum bagi simpanan
nasabah ini nantinya diharapkan tetap menjaga kepercayaan masyarakat dan dapat
meminimumkan pembebanan anggaran negara.
3.2 Saran
Mengingat
eksistensi lembaga perbankan sangat bergantung pada unsur kepercayaan, maka
hubungan bank, masyarakat dan pemerintah wajib terjalin secara baik dan demi
tercapainya tujuan pembangunan nasional. Bank dalam melakukan kegiatan usahanya
wajib selalu memperhatikan peringkat kesehatan bank dan menjalankan segala
aktivitas sesuai dengan hukum positif. Masyarkat sebagai nasabah pemilik dana
wajib memahami segala regulasi yang mengatur hubungannya dengan bank, jika
terjadi suatu permasalahan nasabah mengetahui tindakan-tindakan apa yang
dilakukan. Sedangkan bagi pemerintah melalui bank Indonesia wajib melakukan pengawasan
dan pembinaan bank yang efektif dan ketat. Dalam mengeluarkan suatu kebijakan
tidak hanya dapat melindungi aktivitas bank namun juga melindungi dan
memberikan jaminan keamanan bagi dana nasabah. Sehingga hubungan yang baik
antara tiga komponen ini akan memertahankan kepercayaan masyarakat terhadap
lembaga perbankan, yang secara tidak langsung akan menjamin terlaksananya roda
perekonomian negara melalui bidang-bidang produktif sebagai tujuan pembangunan
nasional.
DAFTAR PUSTAKA
·
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
sebagaimana yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan
·
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004
tentang Lembaga Penjamin Simpanan
·
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999
Tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran Dan Likuidas Bank
·
Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998
tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum
·
Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998
tentang Program Penjamin Bank Perkreditan Rakyat
·
Surat Edaran Direksi Bank Indonesia
Nomor 26/5/BPPP Tahun 1993 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
·
Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor
1/PLPS/2011 tentang Likuidasi Bank
·
Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman,
2012, Hukum Perbankan, Sinar Grafika,
Jakarta
·
Hermansyah, 2005, Hukum Perbankan Nasional Indonesia,
Prenada Media, Jakarta
·
Irham Fahmi, 2014, Pengantar
Perbankan Teori dan Aplikasi, Alfabeta, Bandung
·
Muhamad Djumhana, 2012, Hukum Perbankam di Indonesia, Citra
Aditya Bakti, Bandung
Terima kasih ini sangat membantu ujian saya
ReplyDeleteSaya saat ini sedang ujian bersama Dicky, Djuan, dan Fauzan
DeleteThis comment has been removed by the author.
Delete