A.
Definisi
Hak Cipta
Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta menyatakan bahwa “Hak Cipta adalah hak
eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif
setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Hak cipta di Indonesia
juga mengenal konsep hak ekonomi dan hak moral. Banyak negara mengakui adanya
hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan
TRIPs WTO. Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau
dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan
tersebut. Sedangkan Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi
atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta
atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan
apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan
B.
Definisi Desain Industri
Mengenai desain
industri sebelum adanya perjanjian TRIPs, desain industri dilindungi oleh
Undang-Undang Hak Cipta. Namun karena perkembangan desain yang sangat pesat,
maka perlu dibuatkan undang-undang yang lebih khusus yang mengatur tentang
desain industri. Berdasarkan
pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang desain industri
menyatakan bahwa “Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk,
konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau
gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang
memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua
dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas
industri, atau kerajinan tangan.”
C.
Sistem
Perlindungan serta Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta dan Desain Industri
Melihat dari
ketentuan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta
maka setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi
pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sistem yang
digunakan untuk hak cipta dikenal dengan sistem deklaratif adalah suatu sistem
dimana yang memperoleh perlindungan hukum adalah pemakai pertama dari merek
yang bersangkutan. untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada
keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya semata-mata untuk keperluan
pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara
otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut.
Sistem perlindungan
Hak Cipta di Indonesia dituangkan dalam suatu peraturan perundang-undangan
yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Bentuk perlindungan yang diberikan meliputi larangan bagi siapa saja untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi tersebut kecuali dengan
seijin Pemegang Hak Cipta. Pada pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,
diatur mengenai Ciptaan
yang Dilindungi diantaranya:
(1) Ciptaan yang
dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra,
terdiri atas:
a. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan
semua hasil karya tulis lainnya;
b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
d. lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan
pantomim;
f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar,
ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
g. karya seni terapan;
h. karya arsitektur;
i. peta;
j. karya seni batik atau seni motif lain;
k. karya fotografi;.com
l. potret;
m. karya sinematografi;
n. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data,
adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
o. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi
ekspresi budaya tradisional;
p. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat
dibaca dengan Program Komputer maupun media lainnya;
q. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut
merupakan karya yang asli;
r. permainan video; dan
s. Program Komputer.
Terdapat juga batasan hak cipta diatur dalam pasal 43 dan 44 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta, sebagaimana pada pasal 43 berbunyi:
Perbuatan
yang tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta meliputi:
a.
Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi,
dan/atau Penggandaan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang
asli;
b. Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi,
dan/atau Penggandaan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh atau atas nama
pemerintah, kecuali dinyatakan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan,
pernyataan pada Ciptaan tersebut, atau ketika terhadap Ciptaan tersebut
dilakukan Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan;
c.
Pengambilan berita aktual, baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita,
Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lainnya dengan ketentuan
sumbernya harus disebutkan secara lengkap; atau
d. Pembuatan dan penyebarluasan konten Hak Cipta
melalui media teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial
dan/atau menguntungkan Pencipta atau pihak terkait, atau Pencipta tersebut
menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan tersebut.
e. Penggandaan, Pengumuman, dan/atau Pendistribusian
Potret Presiden, Wakil Presiden, mantan Presiden, mantan Wakil Presiden,
Pahlawan Nasional, pimpinan lembaga negara, pimpinan kementerian/lembaga
pemerintah non kementerian, dan/atau kepala daerah dengan memperhatikan
martabat dan kewajaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan ketentuan pada pasal 44 ayat (1)
menyatakan bahwa:
(1)
Penggunaan, pengambilan, Penggandaan, dan/atau pengubahan suatu Ciptaan
dan/atau produk Hak Terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak
dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau
dicantumkan secara lengkap untuk keperluan:
a.
Pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang
wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;
b.
Keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif, dan peradilan;
c.
Ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
d.
Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta, masa berlaku hak cipta dibagi menjadi 2 (dua)
yaitu masa berlaku hak moral dan hak ekonomi.
Masa berlaku hak moral ini diatur dalam pasal 57 yang dimana menyatakan:
(1) Hak moral Pencipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf e berlaku tanpa batas waktu.
(2)
Hak moral Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dan
huruf d berlaku selama berlangsungnya jangka waktu Hak Cipta atas Ciptaan yang
bersangkutan.
Disini
Hak moral pencipta untuk (i) tetap
mencantumkan atau tidak mencatumkan namanya pada salinan sehubungan dengan
pemakaian ciptaannya untuk umum; (ii) menggunakan nama aliasnya atau
samarannya; (iii) mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan,
mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan
kehormatan diri atau reputasinya, berlaku tanpa
batas waktu (Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta). Sedangkan hak moral
untuk (i) mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat; dan
(ii) mengubah judul dan anak judul ciptaan, berlaku selama berlangsungnya
jangka waktu hak cipta atas ciptaan yang bersangkutan (Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta).
Kemudian untuk hak ekonomi atas ciptaan,
perlindungan hak cipta berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung
selama 70 Tahun setelah pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1
Januari Tahun berikutnya (Pasal 58 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta).
Sedangkan jika hak cipta tersebut dimiliki oleh badan hukum, maka berlaku
selama 50 Tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.
Sedangkan untuk desain
industri diberikannya hak ekslusif oleh negara kepada pendesain atas hasil
kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memberikan
persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Berbeda dengan hak cipta
yang menganut sistem deklaratif, desain industri menganut sistem perlindungan
konstitutif atau First to File Principle, yang mana suatu Desain Industri
dari suatu produk yang dimiliki tidak akan mendapatkan perlindungan hukum
apabila tidak didaftarkan terlebih dahulu.
Bentuk perlindungan yang diberikan kepada
Pemegang Hak Desain Industri adalah hak eksklusif untuk melaksanakan Hak Desain
Industri yang dimilikinya dan berhak melarang pihak lain tanpa persetujuannya untuk
membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang
yang telah diberikan Hak Desain Industrinya. Sebagai pengecualian, untuk
kepentingan pendidikan sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
pemegang Hak
Mengenai desain industri
yang dapat perlindungan diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang desain industri yang menyatakan bahwa:
(1) Hak Desain Industri diberikan untuk Desain
Industri yang baru.
(2)
Desain Industri dianggap baru apabila pada Tanggal Penerimaan, Desain Industri
tersebut tidak sama
dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya.
(3)
Pengungkapan sebelumnya, sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah
pengungkapan Desain Industri yang sebelum:
a. tanggal penerimaan; atau
b. tanggal prioritas
apabila Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; telah diumumkan atau digunakan
di Indonesia atau di luar Indonesia.
Sedangkan suatu desain industri tidak dapat
perlindungan dan Hak Desain Industri tidak dapat diberikan apabila Desain
Industri tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, ketertiban umum, agama, atau kesusilaan. Mengenai Desain Industri, perlindungan terhadap
Hak Desain Industri diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) Tahun terhitung
sejak tanggal penerimaan. Pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang desain
industri tidak dibedakannya hak moral dan hak ekonomi seperti halnya pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta. Namun
mengenai hak ekonomi desain industry dapat dipersamakan dengan hak desain
industry yang jangka waktunya 10 Tahun seperti tercantum dalam pasal 5 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2000 tentang desain industri. Sedangkan mengenai hak moral,
dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang desain industri hanya tercantum
dalam penjelasan pasal 8 yang menyataka bahwa “Pencantuman nama Pendesain dalam
Daftar Umum Desain Industri dan Berita Resmi Desain Industri merupakan hal yang
lazim di bidang Hak Kekayaan Intelektual. Hak untuk mencantumkan nama Pendesain
dikenal sebagai istilah hak moral (moral
right).”
DAFTAR PUSTAKA
·
Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri
·
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta
·
Zainal Asikin, 2014, Hukum Dagang, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta
·
http://business-law.binus.ac.id/
No comments:
Post a Comment