Sita Jaminan
Pengertian sita jaminan
sita jaminan
adalah penyitaan yang dilakukan oleh pengadilan atas barang bergerak atau tidak
bergerak, milik penggugat atau tergugat untuk menjamin adanya tuntutan hak dari
pihak yang berkepentingan atau pemohon sita. Penyitaan ini merupakan tindakan
persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata. Barang-barang
yang disita untuk kepentingan penggugat dibekukan, berarti bahwa barang-barang
itu disimpan untuk jaminan dan tidak boleh dialihkan atau dijual (ps. 197 ayat
9, 199 HIR, 212, 214 Rbg).
Tujuan sita jaminan
Tujuan dari
sita jaminan tersebut adalah untuk menjamin apabila gugatan dikabulkan atau
dimenangkan, putusannya dapat dilaksanakan sehingga penggugat dapat menikmati
kemenangannya sebab ada kemungkinan bahwa pihak lawan atau tergugat, selama
sidang berjalan, mengalihkan harta kekayaannya kepada orang lain.
Macam-macam Sita yang diatur HIR:
Dalam hukum
acara perdata, ada dua macam sita jaminan yang umumnya diajukan, (Pasal 227,
226 HIR. Pasal 261, 260 RBg.) yaitu
-
Sita jaminan terhadap
barang milik penggugat sendiri (Revindicatoir Beslag)
-
Sita jaminan terhadap
barang milik debitur atau tergugat (Conservatoir Beslag)
1.
Sita revindicatoir
(ps.226 HIR)
-
Pemilik barang
bergerak yang barangnya ada di tangan orang lain dapat minta, baik secara lisan
maupun tertulis, kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat orang yang memegang
barang tersebut tinggal,agar barang tersebut disita.
-
Barang yang disita
secara revindicatoir adalah barang bergerak dan terperinci milik penggugat.
-
Untuk dapat mengajukan
permohonan sita revindicatoir tidak perlu ada dugaan yang beralasan, bahwa
seseorang yang berhutang selama belum dijatuhkan putusan, mencari akal akan
menggelapkan atau melarikan barang yang bersangkutan.
-
Akibat hukum sita ini
adalah penggugat tidak dapat menguasai barang yang telah disita, sebaliknya
tergugat dilarang untuk mengalihkannya.
-
Apabila gugatan
penggugat dikabulkan, maka dinyatakan sah dan berharga, sedangkan kalau gugatan
ditolak, maka sita revindicatoir itu dinyatakan dicabut.
Sita
jaminan ini bukanlah untuk menjamin suatu tagihan berupa uang, melainkan untuk
menjamin suatu hak kebendaan dari pemohon. Sita ini terbagi menjadi dua bagian,
yaitu:
1.
Sita revindicatoir
(Pasal 226 HIR, 260 Rbg)
Revindicatoir berarti mendapatkan, dan
kata sita revindicatoir mengandung pengertian menyita untuk mendapatkan kembali
(barang yang memang miliknya)
2.
Sita marital (Pasal
823-823j Rv).
Sita Marital bertujuan bukan untuk menjamin dilaksanakannya
penyerahan barang, melainkan agar barang yang disita tidak dialihkan
Contoh:
Jika mobil
milik A dikuasai oleh B, maka dalam persidangan gugatan perdata, A dapat
mengajukan sita revindicatoir atas mobil miliknya tersebut dengan
tujuan agar B tidak mengalihkannya.
Obyek
Permohonan:
Obyek
permohonan tergantung kepada jenis sita yang dimintakan, pada sita
revindicatoir, maka yang dapat disita adalah benda bergerak yang merupakan
milik pemohon (atau pemilik hak reklame). Pemohon sita revindicatoir tidak
dapat memohon sita dijatuhkan terhadap benda tetap milik pemohon, karena
pengalihan atau pengasingan benda tetap tidak semudah pengalihan benda
bergerak, sehingga kecil sekali kemungkinan terjadi diasingkannya barang tetap
tersebut. Pasal 226 (2) HIR menjelaskan bahwa dalam permohonan sita
revindicatoir harus dijelaskan secara lengkap dan nyata, barang-barang yang
dimintakan sita tersebut.
2.
Sita Conservatoir (ps.
227 HIR)
-
Penyitaan (beslag) ini
merupakan tindakan persiapan dari pihak penggugat dalam bentuk permohonan
kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan
perdata dengan menjual barang tergugat yang disita guna memenuhi tuntutan
penggugat.
-
Barang yang disita
secara conservatoir adalah barang bergerak dan tidak bergerak milik tergugat.
-
Penyitaan ini hanya
dapat terjadi berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri atas permintaan
penggugat (ps.227 ayat 1 HIR, 261 ayat 1 Rbg).
-
Untuk mengajukan sita
jaminan ini harus ada dugaan yang beralasan, bahwa seorang yang berhutang
selama belum dijatuhkan putusan oleh hakim atau selama putusan belum dijalankan
mencari akal untuk menggelapkan atau melarikan barangnya.
-
Apabila gugatan
penggugat dikabulkan, maka dinyatakan sah dan berharga, sedangkan kalau gugatan
ditolak, maka sita conservatoir itu dinyatakan dicabut.
-
Setiap saat tergugat
dapat mengajukan permohonan kepada hakim yang memeriksa pokok perkara yang
bersangkutan, agar sita jaminan atas barangnya dicabut, apabila dikabulkan maka
tergugat harus menyediakan tanggungan yang mencukupi.
Contoh:
Dengan menjual
barang yang disita dan uangnya digunakan untuk membayar kewajiban tergugat
kepada penggugat sesuai putusan hakim
Obyek
permohonan:
Sementara itu,
pada sita conservatoir, yang dapat menjadi obyek sita adalah:
-
barang bergerak milik debitur
-
barang tetap milik debitur, dan
-
barang bergerak milik debitur yang berada di
tangan orang lain (pihak ketiga).
Penyitaan juga
hanya dilakukan terhadap barang-barang yang nilainya diperkirakan tidak jauh
melampaui nilai gugatan (nilai uang yang menjadi sengketa), sehingga nilai sita
seimbang dengan yang digugat. Perlu dicatat juga bahwa Mahkamah Agung pernah
membatalkan sita jaminan karena nilai barang yang disita melebihi nilai utang
yang menjadi pokok perkara.
3.
Sita Ekesekutoir (ps.
197 HIR)
-
Penyitaan yang
dilakukan sesudah putusan hakim mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan akan
dieksekusi.
-
Penyitaan dilakukan
oleh panitera Pengadilan Negeri, yang wajib, yang membuat berita acara tentang
pekerjaannya itu serta memberitahukan isinya kepada tersita kalau ia hadir, dan
penitera dibantu oleh dua orang saksi yang ikut serta menandatangani berita
acara.
-
Barang yang disita
adalah barang bergerak dan tidak bergerak, kecuali barang atau hewan yang
digunakan untuk mencari nafkah. Untuk barang tidak bergerak, dibuat Berita
Acara, diumumkan dan dicatat oleh Kepala Desa, salinannya didaftarkan pada
Kantor Pendaftaran Tanah.
Batasan-Batasan Barang Yang Disita Menurut Undang-Undang
Sita jaminan
dilakukan atas perintah Hakim/Ketua Majelis sebelum atau selama proses
pemeriksaan berlangsung dan untuk penyitaan tersebut Hakim/Ketua Majelis
membuat surat penetapan. Penyitaan dilaksanakan oleh Panitera Pengadilan
Negeri/Juru Sita dengan dua orang pegawai pengadilan sebagai saksi.
Permohonan agar
dilakukan sita jaminan. baik itu sita conservatoir atau sita revindicatoir,
harus dimusyawarahkan Majelis Hakim dengan seksama, apabila permohonan
tersebut cukup beralasan dan dapat dikabulkan maka ketua majelis membuat
penetapan sita jaminan. Sita jaminan dilakukan oleh panitera/jurusita yang
bersangkutan dengan disertai dua orang pegawai pengadilan negeri sebagai saksi.
Sebelum
menetapkan permohonan sita jaminan Ketua Pengadilan /Majelis wajib terlebih
dahulu mendengar pihak tergugat. Dalam mengabulkan permohonan sita jaminan,
Hakim wajib memperhatikan:
1.
Penyitaan hanya dilakukan
terhadap barang milik tergugat (atau dalam hal sita revindicatoir terhadap
barang bergerak tertentu milik penggugat yang ada di tangan tergugat yang
dimaksud dalam surat gugat), setelah terlebih dahulu mendengar keterangan pihak
tergugat (lihat Pasal 227 ayat (2) HIR/Pasal 261 ayat (2) RBg.).
2.
Apabila yang disita
adalah sebidang tanah, dengan atau tanpa rumah, maka berita acara penyitaan
harus didaftarkan sesuai ketentuan dalam Pasal 227 (3) jo Pasal 198 dan
Pasal 199 HIR atau pasal 261 jo pasal 213 dan Pasal 214.
3.
Dalam hal tanah yang
disita sudah terdaftar /bersertifikat, penyitaan harus didaftarkan di Badan
Pertanahan Nasional. Dan dalam hal tanah yang disita belum terdaftar /belum
bersertifikat, penyitaan harus didaftarkan di Kelurahan. Tindakan tersita yang
bertentangan dengan larangan tersebut adalah batal demi hukum.
4.
Barang yang disita
ini, meskipun jelas adalah milik penggugat yang disita dengan sita
revindicatoir, harus tetap dipegang/dikuasai oleh tersita. Barang yang
disita tidak dapat dititipkan kepada Lurah atau kepada Penggugat atau membawa
barang itu untuk di simpan di gedung Pengadilan Negeri.
5.
Yang disita adalah
barang bergerak dan barang yang tidak bergerak milik tergugat.
6.
Apabila yang disita
adalah tanah, maka harus dilihat dengan seksama bahwa tanah tersebut adalah
milik tergugat, luas serta batas-batasnya harus disebutkan dengan jelas
(Perhatikan SEMA No. 2 Tahun 1962, tertanggal 25 April 1962). Untuk menghindari
kesalahan penyataan diwajibkan membawa serta Kepala Desa untuk melihat keadaan
tanah, batas serta luas tanah yang akan disita).
7.
Penyitaan atas tanah
harus dicatat dalam buku tanah yang ada di desa, selain itu sita atas tanah
yang bersertifikat harus didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional setempat dan
alas tanah yang belum bersertifikat harus diberitahukan kepada Kantor
Pertanahan Kota/ Kabupaten.
8.
Penyitaan harus
dicatat di buku khusus yang disediakan di Pengadilan Negeri yang memuat catatan
mengenai tanah-¬tanah yang disita, kapan disita dan perkembangannya dan buku
tersebut adalah terbuka untuk umum.
9.
Sejak tanggal
pendaftaran sita, tersita dilarang untuk menyewakan, mengalihkan atau
menjaminkan tanah yang disita. Semua tindakan tersita yang dilakukan
bertentangan dengan larangan itu adalah batal demi hukum.
10.
Kepala Desa yang bersangkutan
dapat ditunjuk sebagai pengawas agar tanah tersebut tidak dialihkan kepada
orang lain.
11.
Penyitaan dilakukan
lebih dahulu atas barang bergerak yang cukup untuk menjamin dipenuhinya gugatan
penggugat, apabila barang bergerak milik tergugat tidak cukup, maka tanah-tanah
dan rumah milik tergugat dapat disita.
12.
Apabila gugatan
dikabulkan, sita jaminan dinyatakan sah dan berharga oleh Hakim dalam amar
putusannya, dan apabila gugatan ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima,
sita harus diperintahkan untuk diangkat.
13.
Sita jaminan dan sita
eksekusi terhadap barang-barang milik negara dilarang. Pasal 50 Undang-undang
No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan “Pihak manapun
dilarang melakukan penyitaan terhadap”:
14.
uang atau surat
berharga milik negara/ daerah, baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun
pada pihak ketiga;
15.
uang yang harus
disetor oleh pihak ketiga kepada negara/ daerah.
16.
barang bergerak milik
negara/ daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pihak ketiga;
17.
barang bergerak dan
hal kebendaan lainnya milik negara/ daerah;
18.
barang milik pihak
ketiga yang dilunasi negara/ daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas
pemerintahan.
19.
Hakim tidak melakukan
Sita jaminan atas saham.
20.
Pemblokiran atas saham
dilakukan oleh Bapepam atas permintaan Ketua Pengadilan Tinggi dalam hal ada
hubungan dengan perkara.
No comments:
Post a Comment